Oleh Wanda Listiani
Keberadaan komunitas seolah menjadi cahaya di tengah krisis keuangan global saat ini. Dari hasil studi yang dilakukan Bappeda Kota Bandung (10/12/08), terdapat 5.291 komunitas kreatif di
Industri kreatif
Berkembangnya usaha anggota komunitas menjadi industri kreatif menjadi fenomena baru bagi pertumbuhan ekonomi kreatif di
Jejaring komunitas
Merealisasikan ide menjadi sebuah karya atau produk, tidak mudah bagi setiap orang. Mereka memerlukan jejaring atau "pertemuan" dengan yang lain. Sumber ekonomi kreatif yang dapat lebih berkembang dalam jejaring komunitas seperti fashion (pakaian, sepatu, tas, pernak-pernik perhiasan/aksesori), desain, musik, seni pertunjukan, buku, dan penerbitan.
Perkembangan industri komunitas kreatif ini juga memberikan sisi negatifnya yaitu dominasi kelas tertentu atas kelas yang lain, monopoli, dan maraknya pembajakan karya. Pembajakan karya disikapi para pekerja kreatif dengan penciptaan karya terbaru. Pembajakan menurut salah satu pemilik distro terkenal di
Jejaring tidak hanya terbatas antarproduk kreatif sejenis dan komunitasnya, melainkan antarkomunitas dan
Mekanisme persaingan
Untuk mengatur mekanisme persaingan, pemerintah pusat telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 28 Tahun 2008 tentang kebijakan industri nasional. Kebijakan yang memberikan fasilitas insentif fiskal, insentif nonfiskal, dan kemudahan lain sesuai peraturan yang berlaku. Kebijakan yang seharusnya bersinergi dengan kebijakan pemerintah kota maupun daerah sehingga diharapkan kebijakan dalam struktur ruang metropolitan Bandung menurut MBUDP (Metropolitan Bandung Urban Development Programme) pada tahun 2015 antara lain berfokus pada, satu, pengembangan konsep dekosentrasi kegiatan perkotaan melalui peningkatan pertumbuhan di lima kota kecil, yaitu Padalarang, Soreang, Banjaran, Majalaya, dan Cicalengka. Kedua, pembatasan pertumbuhan terutama ke kawasan konservasi di bagian utara dan antara jalan tol panci dan Citarum (kawasan penyangga). Tiga, pembatasan pengembangan industri (di Batujajar, Cimahi Selatan, dan Padalarang). Empat, pengembangan jalur terbuka hijau sepanjang Sungai Citarum (Majalaya sampai ke Saguling).
Kebijakan struktur ruang Metropolitan Bandung 2015 selaras dengan temuan potensi ekonomi kreatif yang terkosentrasi pada enam wilayah pemetaan yaitu, pertama wilayah Bojonegara (12 sektor industri kreatif tambah sektor kuliner). Kedua, wilayah Cibeunying (14 sektor industri kreatif tambah sektor kuliner). Ketiga, wilayah Tegallega (9 sektor industri kreatif tambah wisata kuliner). Keempat, wilayah Karees (12 sektor industri kreatif tambah sektor kuliner). Kelima, wilayah Ujungberung. Keenam, wilayah Gedebage dengan masing-masing 3 sektor industri kreatif dan sektor kuliner. Penyebaran ekonomi kreatif yang merata merupakan peluang pemerintah
Ekosistem kreatif
Individu dalam berinteraksi di komunitas melakukan berbagai hal seperti diskusi, komunikasi, interpretasi antara satu sama lain, dan berbagi perspektif. Mereka melakukan kombinasi dan rekombinasi atau kegiatan kreatif dalam komunitas (Charon, 1998 : 68). Mereka belajar dari interaksi untuk menjadi individu kreatif, aktif, dan membentuk. Untuk itu, mereka memerlukan ekosistem yang mendukung kreativitas.
Ekosistem kreatif adalah suasana atau lingkungan yang memenuhi syarat antara lain pertama, toleransi. Toleransi yang dimaksud adalah keterbukaan atas perbedaan etnis, ras, agama, dan latar belakang hidup. Toleransi ini didukung dengan keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan (talenta) yang unik dan kreatif. Kedua, ruang terbuka yang mempunyai fasilitas listrik dan jaringan internet gratis. Ruang semacam inilah yang disebut oleh Charles Landry (2007 : 335) dalam bukunya The Art of City Making sebagai ruang publik alternatif.
Fasilitas ruang alternatif
Penulis, mahasiswa Program Doktor UGM, peneliti Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB.
Sumber: Pikiran Rakyat, 15 Desember 2008